Keluarga Korban Kebakaran Karaoke Inul Mulai Berang, Inul Dituding Lakukan Pemalsuan Dokumen Kompensasi

Media Opini - Kasus kebakaran tempat hiburan karaoke Inul Vizta di Manado, 2015 silam, kembali mencuat setelah diangkat oleh pihak keluarga salah seorang korban meninggal, Silvia Yanda Kaawoan. Pihak keluarga Silvia geram dan akan menuntut Inul Daratista. Mereka kemudian menunjuk Henry Indraguna selaku kuasa hukumnya.

Seperti diketahui, pihak keluarga Silvia Kaawoan berupaya mengajukan tuntutan terhadap Inul karena menuding pihak Inul Vizta telah melakukan pemalsuan dokumen dalam perjanjian kompensasi terhadap korban tewas. Padahal, tak ada sepeser pun dana yang diterimanya.

Menurut suami korban, Adie Shceetpova, yang ditemui di kawasan Permata Hijau, Jakarta Selatan, Jumat, 31 Maret 2017, mereka pernah didatangi oleh pihak Inul Vizta dan dijanjikan bakal diberi ganti rugi lewat perjanjian berbentuk kertas kosong.

Ditambahkan kuasa hukumnya, Henry Indraguna, hal ini adalah sesuatu yang janggal, terlebih mereka belum mendapat ganti ruginya.

"Ada dua perjanjian yang ditandatangani, enggak ada tulisan tangan dan kosong. Setelah tanda tangan, dua-duanya dibawa pergi. Harusnya enggak diketik dan tulisan tangan. Kalau ada koreksi harus ada paraf kedua belah pihak, namun menurut Bapak Silvi tidak ada tanda tangan," kata Henry.

Terkait rencana tuduhan pemerasan serta pengakuan suami palsu oleh pihak Inul, Adie mengatakan, hal itu adalah kebohongan belaka. Buatnya, semua tuduhan itu tidaklah benar. "Kok keluarga korban meninggal yang sibuk, apalagi menuduh saya memeras. Enggak pernah, ini ngarang bebas," kata Adie.

Pihak keluarga menyatakan sebelumnya telah meminta bantuan kepolisian. Namun menurut mereka, belum ada kepastian hukum yang jelas sampai saat ini.

"Sudah laporkan ke Bareskrim Polri dari 11 Januari 2016, bahwa kasus ini dilimpahkan ke Polda Sulawesi Utara, namun prosedur penyidikannya lama. Kalau lihat UU, penyidikan paling lama 120 hari, sedangkan sampai sekarang enggak ada kepastian hukum," ujar Adie lagi.

Henry melanjutkan, akan menindaklanjuti kasus kliennya. Ia bakal mengawal sampai permasalahan ini selesai. "Habis ini mau ke Komnas HAM untuk perlindungan klien kami dan Polda Sulut. Belum pernah ada uang santunan, ditelepon balik pun enggak bisa," tuturnya. [vv]