Nelayan Dibunuh, Divisi Nelayan Muhammadiyah Bakal Ajukan JR UU Perikanan

Media Opini - Kebijakan Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti melarang 17 alat tangkap telah membunuh hak nelayan untuk hidup, melaut dan menangkap ikan. Apalagi adanya program relokasi nelayan yang tidak sesuai wilayah dan tempat menangkap ikan.

Demikian kata Rusdianto Samawa di acara pertemuan nelayan se Indonesia di Kantor Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Jalan Menteng Raya No. 62 Jakarta Pusat, kemarin.

Rusdianto menuturkan, seharusnya Susi Pudjiastuti bisa memberikan pertimbangan lain terhadap perikanan tangkap sehingga bisa mencerminkan nilai-nilai kemanusiaan dan nelayan juga bisa berkontribusi terhadap ekonomi Indonesia.

"Tapi kontribusi perikanan tangkap dan nelayan tidak dihargai oleh Susi Pudjiastuti," kata Rusdianto dari Divisi Advokasi Buruh Tani Nelayan Majelis Pemberdayaan Masyarakat Pimpinan Pusat (MPP) Muhammadiyah.

Rusdianto menegaskan, kinerja Susi Pudjiastuti sudah selayaknya dievaluasi karena usaha perikanan di Indonesia ambruk dari segala aspek dan nelayan mandeg kembali melaut. Menteri Susi telah gagal melihat ptensi perikanan sebagai kepemilikan bersama rakyat Indonesia.

"Kami mengkaji seluruh permen produk KKP telah berdampak negatif terhadap masa depan nelayan nelayan dan perikanan tangkap," terangnya.

Sebab itulah, Divisi Adokasi Buruh Tani Nelayan MPM PP Muhammadiyah akan mengajukan Judisial Review (JR) ke Mahkamah Agung dan peninjauan kembali terhadap beberapa UU yang berkaitan dengan perikanan dan UU perlindungan nelayan yang merugikan rakyat.

Mereka juga akan mendatangi beberapa lembaga negara seperti MPR RI, DPR, Istana Negara dan Menteri Susi Pudjiastuti sendiri.

"Akan kami meminta untuk meninjau ulang produk hukum tersebut dan mencari solusi yang lebih pertimbangkan nilai-nilai kemanusiaan serta perhatikan kepentingan nelayan Indonesia," ujarnya.

Termasuk rencana mendatangi Komnas HAM dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) guna melaporkan kebijakan permen-permen KKP yang sangat merugikan negara serta pelanggaran HAM dengan hilangnya pekerjaan seluruh keluarga nelayan di berbagai tempat di Indonesia.

"Banyak permen yang diterbitkan Susi melanggar UUD 1945, UU 30/2004 dan UU Administrasi Negara tentang mekanisme menerbitkan permen," pungkasnya. [rmol]