Media Opini - Aparat kepolisian menangkap Sekjen Forum Umat Islam (FUI), KH Muhammad Al-Khaththath atas dugaan makar sehari sebelum digelarnya Aksi 313 pada Jumat (31/3). Ketua Tim Advokasi Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF MUI), Kapitra Ampera menilai tuduhan makar dan penangkapan itu seperti bukan kebijakan kepolisian.
"Saya melihat ini bukan kebijakan kepolisian, ini executive order," kata Kapitra kepada Republika.co.id usai Konferensi Pers "Bebaskan KH Muhammad Al-Khaththath" di Islamic Center AQL, Senin (3/4).
Menurutnya, pola tuduhan makar dan penangkapan seperti ini bukan tipe kepolisian. Kepolisian tahu tentang Undang-undang (UU). Ia mengungkapkan, Jenderal Tito Karnavian sebagai Kapolri merupakan orang yang mengerti tentang hukum. "Saya pikir ini bukan keinginan kepolisian, saya mengatakan ini executive order," ujarnya.
Ia mengatakan, ada tangan-tangan terselubung yang menggerakkan kepolisian. Karena itu, polisi berada dalam posisi yang sangat dilematis. "Ini sebenarnya yang saya lihat," ujarnya.
Sebelumnya, Ketua Umum Pengurus Pusat Persaudaraan Muslimin Indonesia (Parmusi), Ustaz Usamah Hisyam menilai, ada pihak yang memanfaatkan situasi dan menginstruksikan aparat kepolisian untuk melakukan penangkapan terhadap ulama. "Ini ada satu kekuatan yang membenturkan presiden dengan umat Islam, dengan penangkapan-penangkapan ini," jelasnya.
Ia menerangkan, pihaknya menduga ada satu otoritas mengatasnamakan presiden yang bergerak ke aparat kemudian menginstruksikan penangkapan. Menurutnya, presiden mungkin juga tidak paham soal penangkapan karena tuduhan makar tersebut. "Ada satu pejabat yang memanfaatkan situasi, main instruksi saja ke aparat untuk menangkap, ini yang harus kita bongkar," katanya.
Dijelaskan dia, seakan penangkapan KH Al-Khaththath adalah instruksi dari pemerintah pusat dan presiden. Padahal, belum tentu demikian. Oleh sebab itu, presiden harus meluruskan masalah ini. [rol]