Pidato perdana Anies Baswedan sebagai Gubernur DKI Jakarta mencantumkan kata-kata pribumi dan jadi kontroversi. Anies menjelaskan konteks pidato yang tengah ramai diperbincangkan di media sosial itu.

Hal yang menjadi heboh di media sosial adalah bagian pernyataan Anies yang berbunyi “Dulu kita semua pribumi ditindas dan dikalahkan. Kini telah merdeka, kini saatnya menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Jangan sampai Jakarta ini seperti yang dituliskan pepatah Madura. Itik telor, ayam singerimi. Itik yang bertelor, ayam yang mengerami”.

Terkait pidato tersebut, Anies pun meluruskan konteks dalam pernyataan tersebut. “Itu pada konteks pada era penjajahan. Karena saya menulisnya juga pada zaman penjajahan dulu karena Jakarta itu kota yang paling merasakan,” kata Anies kepada wartawan di Balai Kota DKI Jakarta, Senin (17/10/2017). Anies tak bicara apakah pidato itu ditulisnya sendiri atau ada tim yang mempersiapkan. “Pokoknya itu digunakan untuk menjelaskan era kolonial Belanda. Jadi anda baca teks itu bicara era kolonial Belanda, ” jelas Anies lagi.

Di Media Sosial para netizen yang diidentifikasi pendukung Ahok calon gubernur DKI yang kalah dalam pilkada kemarin memframing istilah “Pribumi” sedemikian rupa seolah – olah Anies melakukan pernyataan rasis dan diskriminatif padahal ketika beberapa waktu lalu ketika steven yang kebetulan chinese menghina Gubernur NTB dengan kata kata “Dasar Indo, Dasar Indonesia, Dasar Pribumi, Tiko” mereka diam – diam saja tidak ada yang mengatakan itu adalah pernyataan rasis, kemudian tidak ada juga yang mengecam perkataan steven soal Pribumi itu dari kelompok mereka.

Seperti yang kita ketaui Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB), Muhammad Zainul Majdi sempat mendapat perlakukan tidak menyenangkan saat berada di Bandara Changi, Singapura. Majdi dicaci sesama penumpang pesawat terbang saat hendak check in di depan counter salah satu maskapai penerbangan, Steven melayangkan kata-kata, “Dasar Indo, Dasar Indonesia, Dasar Pribumi, Tiko.”

Jadi polemik yang terjadi hari ini bisa dilihat sederhana hanya upaya dari kelompok yang belum bisa move on menerima hasil Pilkada DKI Jakarta dan memanfaatkan media social untuk memprovokasi gubernur yang terpilih secara konstitusional. [spc]